Yogi Iskandar
Oleh Yogi Iskandar
Tulisan ini dimuat dimuat di Koran Kabar Banten (4/5/2016)
Pilgub Banten belum sampai pada
kehangatan yang maksimal, tensi politiknya masih dalam keadaan normal, tidak
ada indikasi provokasi atau tindakan yang mengarah kepada perpecahan diantara
masyarakat, yang biasanya sintimen diantara masyarakat diakibatkan oleh panatisme
dukung mendukung salah seorang calon. Secara sadar, kita berharap pesta
demokrasi ini berjalan dengan aman dan damai, guna menghindari kerugian sosial
terhadap masyarakat.
Tapi dalam konteks mencapai
kekuasaan secara politis, sudah banyak
kalangan terutama elit politik mulai riuh, seakan perlombaan sedang
dilaksanakan. Prinsipnya, proses ini merupakan salah satu hidupnya demokrasi
yang perlu diapresiasi selama berjalan pada relnya.
Harapannya, proses hajat besar
demokrasi ini sudah menemukan kedewasaan yang matang, karena pilkada bukan
pertama kali dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga gambaran tentang hajat lima
tahunan ini cukup melekat di tengah masyarakat, sehingga seharusnya tahun 2017
nanti tercipta pilgub yang sehat, aman dan edukatif.
Sekali lagi patut ditegskan, pilkada
harus dibentengi oleh kedewasaan, salah satunya mencakup mainset masyarakat
yang terlibat didalamnya. Prilaku yang menyimpang dengan aturan main saat
berkompetisi di kancah Pilgub Banten 2017 mestinya diantisipasi, dengan cara
kampanye pilgub damai yang digalakan mulai saat ini. Karena bila diibaratkan
dengan sebuah peperangan, genderang perang bagi calon kompetitor sudah ditabuh,
terlihat dari spanduk dan poster mulai dipampang diberbagai tempat, yang
menandakan bahwa pilgub di Banten ramai peminat.
Ketertiban dalam proses pilgub
sering menjadi masalah yang diwanti-wanti oleh penyeru pilkada damai, seperti
lembaga sosial dan penyelenggara sebagai pemiliki kepentingan suksesi pilkada.
Tapi kerentanan konflik selalu ada, terlebih orientasi politisi dalam kontes
pilgub berasaskan suksesi menang, bukan suksesi pilkada sebagai implementasi
demokrasi.
Politisi yang mempromosikan diri
demi mendapat simpati rakyat, hendaknya diimbangi dengan memberi pengetahuan
terhadap masyarakat berupa diskusi-diskusi dan seruan idealitas pilkada. Jika
akademisi, aktivis demokrasi dan pihak lain yang mampu mengimbangi seruan
politis tidak ramai mengkampanyekan pilkada sehat, lantas siapa yang akan peduli
terhadap situasi hangat Pilgub Banten 2017 di kemudian hari saat tiba waktunya.
Realitanya, seruan pilkada sehat
kalah telak oleh seruan promosi politisi yang memiliki itikad maju dalam
pilgub. Infrastruktur calon lebih melimpah ruah ketimbang poster dari pegiat
sosial untuk kampanye damai dalam pilkada. Sisi lain saya rasa, masyarakat
memang tidak tabu dengan proses pemilihan dengan cara demokratis, jadi agak
ringan mengingatkan masyarakat guna sadar akan pentingnya demokrasi.
Namun dalam prosesnya, kita tidak
jarang dihadapkan dengan konstalasi pelik dari situasi politik. Propaganda dan
agitasi kadang muncul dari kalangan tertentu yang menimbulkan kerugian terhadap
masyarakat, karena masyarakat hanya menjadi korban dari ajakan yang tidak
mendidik.
Misal ada sebuah ajakan yang tidak
mengindahkan peraturan perundang-undangan yang ada, seperti sogok-menyogok agar
dipilih, dan prilaku tidak terpuji lainnya yang dilakukan oleh politisi demi
mencapai kemenangan semata, sedangkan keseimbangan untuk memberi pengarahan
positif belum terbangun di masyarakat, sedangkan yang memiliki peluang memberi
arahan yang baik terhadap masyarakat seperti pegiat sosial kalah ramai dengan
kontestan pilgub. Maka dari itu, peran kaum intelektual dan akademisi untuk
menyeru kepada masyarakat dirasa penting, agar masyarakat pada waktunya tidak
mudah terprovokasi oleh kuasa tertentu. Ingat, pegiat sosial memiliki tanggungjawab
agar mengartikulasikan dan merepresentasikan sebuah pilosofi atau pesan kepada
masyarakat, agar tidak terdogma oleh kuasa tertentu.
Hendaknya jangan ada lagi provokasi
untuk mempengaruhi atau memasukkan suatu gagasan yang sengaja diciptakan dengan
cara menyesatkan, kampanye berbisik, memperbesar, mengulang-ulang, penyusupan
dengan tujuan untuk merong-rong tatanan hidup masyarakat. Hal ini kadang
dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu yang tidak bertanggungjawab.
Sehingga kita sebagai masyarakat bisa terbawa arus jika dalam keadaan lengah
dan instan.
Benteng
Pilgub
Salah satu hal penting untuk
membentengi pilgub yaitu konsep perdamaian. Lantas jika bertanya mengapa harus
dibentengi kedamaian dalam pilkada, atau mengapa pilkada harus berjalan sesuai
harapan? Jawabannya yaitu karena setiap orang membutuhkan ketentraman, dan
pilkada merupakan ajang untuk mencari pemimpin yang baik, bukan ajang
menjadikan masyarakat sebagai objek kepentingan kelompok.
Terlebih jika dikenang, negara ini
dibangun dan diperjuangkan oleh para pahlawan penuh dengan pengorbanan. Mereka
rela mengorbankan apapun demi terciptanya persatuan di negeri ini. Sehingga hal
itulah yang harus tertanam dalam jiwa masyarakat betapa susahnya para leluhur
untuk mempersatukan bangsa.
Karena, pilgub adalah proses
demokrasi yang mana elemen hendaknya melakukan pendidikan demokrasi demi
terciptanya harapan yang dicanangkan oleh rakyat, yaitu sebuah kesejahteraan.
Jhon F. Kennedy mantan presiden
Amerika Serikat pernah berkata, “Demokrasi merupakan suatu cara hidup,
demokrasi harus dipelajari oleh setiap orang dan setiap lembaga di manapun
berada, dan jangan bertanya apa yang dapat dilakukan negaramu untuk kamu,
tanyakan apa yang dapat kamu lakukan bagi negaramu.”. Begitulah si mantan
presiden menyeru orang untuk bersikap
demokratis.
Jika kita telaah kata mutiara
tersebut, maka akan muncul sebuah gagasan bahwa hendaknya kita tidak bicara apa
yang diberikan negara ini, namun seandainya semua masyarakat kita sadar, jika
kita semua mampu memberikan yang terbaik kepada negara, maka timbal balik yang
didapatkan adalah kemaslahatan bersama.
Gustav Radbruch juga mengatakan
“Negara konstitusional sama seperti makanan setiap hari, seperti air untuk minum
dan udara untuk nafas, dan yang terbaik berkaitan dengan demokrasi adalah bahwa
ia merupakan satu-satunya sistem yang mampu menjamin Negara Konstitusional”.
Artinya, system yang kita anut
selama ini merupakan perangkat terbaik yang harus dipertahankan. Kemudian dalam
menyongsong pilkada serentak berarti, masyarakat sedang bersiap-siap untuk
melakukan ajang demokrasi, dan ajang demokrasi akan sesuai harapan bila
dilksanakan dengan cara yang aman dan berlandaskan hati yang bersih tanpa
ambisi atau hasrat kekuasaan yang berlebihan, saling menghormati setiap pilihan
orang lain, dan menerima hasil yang telah dilaksanakan melalui prosesnya.
Substansi
Pilgub
Apa yang sesungguhnya diharapkan
dari pilkada?. Mari bayangkan betapa ruginya masyarakat jika pilkada
berimplikasi terhadap tatanan masyarakat secara negatif, oleh karenanya perlu
pilkada yang damai menjadi kebutuhan untuk diserukan. Landasannya yaitu karena
bangsa kita harus dijaga dengan cara bernegara sebagaimana peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pancasila yang mengusung poin persatuan bineka
tunggal ika harus di junjung tinggi oleh semua rakyat Indonesia.
Kemudian dalam proses maupun paska
penyelenggaraan mungkin ada hal yang menurut sebagian orang tidak sesuai dengan
aturan main. Mengingat agar terciptanya pilkada sesuai dengan harapan
masyarakat, maka hendaknya sesuatu yang dianggap tidak sesuai ditindaklanjuti
dengan cara yang sudah disiapkan oleh negara, yaitu dengan cara normatif
melalui perangkat atau lembaga-lembaga yang telah ada.
Jika bicara lebih luas tentang
pilkada, tentu yang subtantif dari proses tersebut bagi rakyat adalah tentang
bagaimana menuju kesejahteraan, perubahan lebih baik, menumbuhkan animo
masyarakat dan pendidikan politik. Hal itu barang kali yang seharusnya disadari
bahwa pilkada ternyata bukan memfasilitasi hasrat politik kelompok atau
perorangan, namun ada hal yang jauh lebih penting dari itu, yaitu menuju
masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya.
Dengan itu, mari kita sebagai
masyarakat yang menginginkan perubahan melalui proses pilkada menyerukan,
mengajak dan mengingatkan kepada semua kalangan, terutama kepada elit politik
agar dapat menjadi insan yang lebih dewasa, lebih bermartabat dan mendidik
kepada masyarakat guna menciptakan kesadaran berdemokrasi yang berkualitas.
Karena diantara tugas politisi sebagai kader partai politik, hendaknya memberi
pendidikan dan wawasan politik kepada masyarakat, bukan malah mempolitisasi
atau melakukan dogma yang tidak bertanggungjawab.
Siapa sebetulnya yang mempunyai
peran penting dalam melahirkan kepala daerah melalui pilkada? Jawaban atas
pilkada hajat siapa?, tentunya hajat kita semua, dalam konteks Pilgub Banten ya
untuk masyarakat Banten. Suksesnya sebuah proses demokrasi menerjemahkan
keberhasilan rakyat dalam membangun system yang dianutnya.
Norman H. Nie dan Sidney Verba dalam
Handbook of Political Science menuliskan bahwa partisipasi politik merupakan
kegiatan pribadi warga negara yang legal yang sedikit banyaknya langsung
bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan atau
tindakan-tindakan yang diambil oleh pejabat itu.
Definisi yang dinyatakan oleh Norman
H. Nie dan Sidney Verba memberikan pemahaman bahwa warga negara memiliki hak
penuh untuk menentukan pejabat negara yang akan duduk di pemerintahan.
Selanjutnya mari kita cerna akar dari demokrasi itu sendiri yaitu menjadikan
rakyat sebagai penentu utama dari kebijakan maupun dalam pengisian pejabat publik.
Dalam pengertian yang lebih
partisipatif, demokrasi dapat dimaknai sebagai konsep kekuasaan dari, oleh, dan
untuk rakyat. Hal ini bila melihat Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang sejalan
dengan cara melakukan pemilihan kepala daerah secara demokratis. Walaupun dalam
konstitusi makna demokratis tidak selalu diartikan sebagai pemilihan langsung.
Bila suatu ketika UU menghendaki menjadi pemilihan tidak langsung hal ini pun
harus dianggap sama-sama demokratisnya dengan pemilihan langsung.
Namun dengan cara pemilihan langsung
seperti pilkada, artinya demokrasi di negara kita telah berkembang baik. Telah
memberikan keleluasaan bagi rakyat secara langsung dalam menentukan
pemimpinnya. Oleh karena itu jangan sampai pilkada ini tidak disikapi dengan
bijaksana. Biaya dan perangkat pilkada yang mahal akan sangat disayangkan jika
dalam prosesnya hanya diwarnai ambisi kekuasaan dan pragmatisme. Menentukan
pemimpin dalam pilkada harus berdasarkan analisa terhadap calon kepala daerah
dan wakilnya.
Pesan dalam tulisan ini adalah
kebijaksanaan dalam menyikapi kesempatan memilih, dan mengajak sesama untuk
menyeru kebaikan guna menghasilkan kebaikan pula. Jangan lagi kita terprovokasi
oleh kuasa tertentu karena terkadang tanpa kita sadari ambisi kekuasaan bisa
melakukan berbagai cara untuk mematahkan keharmonisan. Sebagai masyarakat
Banten yang terkenal penduduknya dengan sifat agamis dan santri, tentunya kita
tahu mana yang dapat membawa kerusakan dan mana yang bisa membawa perubahan.
Masyarakat kali ini hendaknya tidak memakan
mentah-mentah isu dan opini yang bisa membawa kemudharatan seperti provokasi
dan hal lain yang tidak sesuai dengan peraturan-perundangan.
0 komentar:
Posting Komentar