Kamis, 09 Juni 2016

Yogi Iskandar

Oleh Yogi Iskandar
Tulisan ini dimuat dimuat di Koran Kabar Banten (4/5/2016)


Pilgub Banten belum sampai pada kehangatan yang maksimal, tensi politiknya masih dalam keadaan normal, tidak ada indikasi provokasi atau tindakan yang mengarah kepada perpecahan diantara masyarakat, yang biasanya sintimen diantara masyarakat diakibatkan oleh panatisme dukung mendukung salah seorang calon. Secara sadar, kita berharap pesta demokrasi ini berjalan dengan aman dan damai, guna menghindari kerugian sosial terhadap masyarakat.
Tapi dalam konteks mencapai kekuasaan secara politis,  sudah banyak kalangan terutama elit politik mulai riuh, seakan perlombaan sedang dilaksanakan. Prinsipnya, proses ini merupakan salah satu hidupnya demokrasi yang perlu diapresiasi selama berjalan pada relnya.
Harapannya, proses hajat besar demokrasi ini sudah menemukan kedewasaan yang matang, karena pilkada bukan pertama kali dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga gambaran tentang hajat lima tahunan ini cukup melekat di tengah masyarakat, sehingga seharusnya tahun 2017 nanti tercipta pilgub yang sehat, aman dan edukatif.
Sekali lagi patut ditegskan, pilkada harus dibentengi oleh kedewasaan, salah satunya mencakup mainset masyarakat yang terlibat didalamnya. Prilaku yang menyimpang dengan aturan main saat berkompetisi di kancah Pilgub Banten 2017 mestinya diantisipasi, dengan cara kampanye pilgub damai yang digalakan mulai saat ini. Karena bila diibaratkan dengan sebuah peperangan, genderang perang bagi calon kompetitor sudah ditabuh, terlihat dari spanduk dan poster mulai dipampang diberbagai tempat, yang menandakan bahwa pilgub di Banten ramai peminat.
Ketertiban dalam proses pilgub sering menjadi masalah yang diwanti-wanti oleh penyeru pilkada damai, seperti lembaga sosial dan penyelenggara sebagai pemiliki kepentingan suksesi pilkada. Tapi kerentanan konflik selalu ada, terlebih orientasi politisi dalam kontes pilgub berasaskan suksesi menang, bukan suksesi pilkada sebagai implementasi demokrasi.
Politisi yang mempromosikan diri demi mendapat simpati rakyat, hendaknya diimbangi dengan memberi pengetahuan terhadap masyarakat berupa diskusi-diskusi dan seruan idealitas pilkada. Jika akademisi, aktivis demokrasi dan pihak lain yang mampu mengimbangi seruan politis tidak ramai mengkampanyekan pilkada sehat, lantas siapa yang akan peduli terhadap situasi hangat Pilgub Banten 2017 di kemudian hari saat tiba waktunya.
Realitanya, seruan pilkada sehat kalah telak oleh seruan promosi politisi yang memiliki itikad maju dalam pilgub. Infrastruktur calon lebih melimpah ruah ketimbang poster dari pegiat sosial untuk kampanye damai dalam pilkada. Sisi lain saya rasa, masyarakat memang tidak tabu dengan proses pemilihan dengan cara demokratis, jadi agak ringan mengingatkan masyarakat guna sadar akan pentingnya demokrasi.

Namun dalam prosesnya, kita tidak jarang dihadapkan dengan konstalasi pelik dari situasi politik. Propaganda dan agitasi kadang muncul dari kalangan tertentu yang menimbulkan kerugian terhadap masyarakat, karena masyarakat hanya menjadi korban dari ajakan yang tidak mendidik.
Misal ada sebuah ajakan yang tidak mengindahkan peraturan perundang-undangan yang ada, seperti sogok-menyogok agar dipilih, dan prilaku tidak terpuji lainnya yang dilakukan oleh politisi demi mencapai kemenangan semata, sedangkan keseimbangan untuk memberi pengarahan positif belum terbangun di masyarakat, sedangkan yang memiliki peluang memberi arahan yang baik terhadap masyarakat seperti pegiat sosial kalah ramai dengan kontestan pilgub. Maka dari itu, peran kaum intelektual dan akademisi untuk menyeru kepada masyarakat dirasa penting, agar masyarakat pada waktunya tidak mudah terprovokasi oleh kuasa tertentu. Ingat, pegiat sosial memiliki tanggungjawab agar mengartikulasikan dan merepresentasikan sebuah pilosofi atau pesan kepada masyarakat, agar tidak terdogma oleh kuasa tertentu.
Hendaknya jangan ada lagi provokasi untuk mempengaruhi atau memasukkan suatu gagasan yang sengaja diciptakan dengan cara menyesatkan, kampanye berbisik, memperbesar, mengulang-ulang, penyusupan dengan tujuan untuk merong-rong tatanan hidup masyarakat. Hal ini kadang dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu yang tidak bertanggungjawab. Sehingga kita sebagai masyarakat bisa terbawa arus jika dalam keadaan lengah dan instan.
Benteng Pilgub
Salah satu hal penting untuk membentengi pilgub yaitu konsep perdamaian. Lantas jika bertanya mengapa harus dibentengi kedamaian dalam pilkada, atau mengapa pilkada harus berjalan sesuai harapan? Jawabannya yaitu karena setiap orang membutuhkan ketentraman, dan pilkada merupakan ajang untuk mencari pemimpin yang baik, bukan ajang menjadikan masyarakat sebagai objek kepentingan kelompok.
Terlebih jika dikenang, negara ini dibangun dan diperjuangkan oleh para pahlawan penuh dengan pengorbanan. Mereka rela mengorbankan apapun demi terciptanya persatuan di negeri ini. Sehingga hal itulah yang harus tertanam dalam jiwa masyarakat betapa susahnya para leluhur untuk mempersatukan bangsa.
Karena, pilgub adalah proses demokrasi yang mana elemen hendaknya melakukan pendidikan demokrasi demi terciptanya harapan yang dicanangkan oleh rakyat, yaitu sebuah kesejahteraan.
Jhon F. Kennedy mantan presiden Amerika Serikat pernah berkata, “Demokrasi merupakan suatu cara hidup, demokrasi harus dipelajari oleh setiap orang dan setiap lembaga di manapun berada, dan jangan bertanya apa yang dapat dilakukan negaramu untuk kamu, tanyakan apa yang dapat kamu lakukan bagi negaramu.”. Begitulah si mantan presiden menyeru orang untuk  bersikap demokratis.
Jika kita telaah kata mutiara tersebut, maka akan muncul sebuah gagasan bahwa hendaknya kita tidak bicara apa yang diberikan negara ini, namun seandainya semua masyarakat kita sadar, jika kita semua mampu memberikan yang terbaik kepada negara, maka timbal balik yang didapatkan adalah kemaslahatan bersama.
Gustav Radbruch juga mengatakan “Negara konstitusional sama seperti makanan setiap hari, seperti air untuk minum dan udara untuk nafas, dan yang terbaik berkaitan dengan demokrasi adalah bahwa ia merupakan satu-satunya sistem yang mampu menjamin Negara Konstitusional”.
Artinya, system yang kita anut selama ini merupakan perangkat terbaik yang harus dipertahankan. Kemudian dalam menyongsong pilkada serentak berarti, masyarakat sedang bersiap-siap untuk melakukan ajang demokrasi, dan ajang demokrasi akan sesuai harapan bila dilksanakan dengan cara yang aman dan berlandaskan hati yang bersih tanpa ambisi atau hasrat kekuasaan yang berlebihan, saling menghormati setiap pilihan orang lain, dan menerima hasil yang telah dilaksanakan melalui prosesnya.
Substansi Pilgub
Apa yang sesungguhnya diharapkan dari pilkada?. Mari bayangkan betapa ruginya masyarakat jika pilkada berimplikasi terhadap tatanan masyarakat secara negatif, oleh karenanya perlu pilkada yang damai menjadi kebutuhan untuk diserukan. Landasannya yaitu karena bangsa kita harus dijaga dengan cara bernegara sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pancasila yang mengusung poin persatuan bineka tunggal ika harus di junjung tinggi oleh semua rakyat Indonesia.
Kemudian dalam proses maupun paska penyelenggaraan mungkin ada hal yang menurut sebagian orang tidak sesuai dengan aturan main. Mengingat agar terciptanya pilkada sesuai dengan harapan masyarakat, maka hendaknya sesuatu yang dianggap tidak sesuai ditindaklanjuti dengan cara yang sudah disiapkan oleh negara, yaitu dengan cara normatif melalui perangkat atau lembaga-lembaga yang telah ada.
Jika bicara lebih luas tentang pilkada, tentu yang subtantif dari proses tersebut bagi rakyat adalah tentang bagaimana menuju kesejahteraan, perubahan lebih baik, menumbuhkan animo masyarakat dan pendidikan politik. Hal itu barang kali yang seharusnya disadari bahwa pilkada ternyata bukan memfasilitasi hasrat politik kelompok atau perorangan, namun ada hal yang jauh lebih penting dari itu, yaitu menuju masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya.
Dengan itu, mari kita sebagai masyarakat yang menginginkan perubahan melalui proses pilkada menyerukan, mengajak dan mengingatkan kepada semua kalangan, terutama kepada elit politik agar dapat menjadi insan yang lebih dewasa, lebih bermartabat dan mendidik kepada masyarakat guna menciptakan kesadaran berdemokrasi yang berkualitas. Karena diantara tugas politisi sebagai kader partai politik, hendaknya memberi pendidikan dan wawasan politik kepada masyarakat, bukan malah mempolitisasi atau melakukan dogma yang tidak bertanggungjawab.
Siapa sebetulnya yang mempunyai peran penting dalam melahirkan kepala daerah melalui pilkada? Jawaban atas pilkada hajat siapa?, tentunya hajat kita semua, dalam konteks Pilgub Banten ya untuk masyarakat Banten. Suksesnya sebuah proses demokrasi menerjemahkan keberhasilan rakyat dalam membangun system yang dianutnya.
Norman H. Nie dan Sidney Verba dalam Handbook of Political Science menuliskan bahwa partisipasi politik merupakan kegiatan pribadi warga negara yang legal yang sedikit banyaknya langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan atau tindakan-tindakan yang diambil oleh pejabat itu.
Definisi yang dinyatakan oleh Norman H. Nie dan Sidney Verba memberikan pemahaman bahwa warga negara memiliki hak penuh untuk menentukan pejabat negara yang akan duduk di pemerintahan. Selanjutnya mari kita cerna akar dari demokrasi itu sendiri yaitu menjadikan rakyat sebagai penentu utama dari kebijakan maupun dalam pengisian pejabat publik.
Dalam pengertian yang lebih partisipatif, demokrasi dapat dimaknai sebagai konsep kekuasaan dari, oleh, dan untuk rakyat. Hal ini bila melihat Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang sejalan dengan cara melakukan pemilihan kepala daerah secara demokratis. Walaupun dalam konstitusi makna demokratis tidak selalu diartikan sebagai pemilihan langsung. Bila suatu ketika UU menghendaki menjadi pemilihan tidak langsung hal ini pun harus dianggap sama-sama demokratisnya dengan pemilihan langsung.
Namun dengan cara pemilihan langsung seperti pilkada, artinya demokrasi di negara kita telah berkembang baik. Telah memberikan keleluasaan bagi rakyat secara langsung dalam menentukan pemimpinnya. Oleh karena itu jangan sampai pilkada ini tidak disikapi dengan bijaksana. Biaya dan perangkat pilkada yang mahal akan sangat disayangkan jika dalam prosesnya hanya diwarnai ambisi kekuasaan dan pragmatisme. Menentukan pemimpin dalam pilkada harus berdasarkan analisa terhadap calon kepala daerah dan wakilnya.
Pesan dalam tulisan ini adalah kebijaksanaan dalam menyikapi kesempatan memilih, dan mengajak sesama untuk menyeru kebaikan guna menghasilkan kebaikan pula. Jangan lagi kita terprovokasi oleh kuasa tertentu karena terkadang tanpa kita sadari ambisi kekuasaan bisa melakukan berbagai cara untuk mematahkan keharmonisan. Sebagai masyarakat Banten yang terkenal penduduknya dengan sifat agamis dan santri, tentunya kita tahu mana yang dapat membawa kerusakan dan mana yang bisa membawa perubahan.
Masyarakat kali ini hendaknya tidak memakan mentah-mentah isu dan opini yang bisa membawa kemudharatan seperti provokasi dan hal lain yang tidak sesuai dengan peraturan-perundangan. 

0 komentar:

Posting Komentar