Yogi Iskandar
Tulisan ini dimuat di Koran Harian Radar Banten (26/4)
Oleh Yogi Iskandar
Pilgub
harus menjadi topik yang sering dibahas dalam diskusi. Semua kalangan hendaknya
ikut serta menelaah hajat demokrasi ini dengan mengikuti informasi yang
berkembang, guna mencapai harapan masyarakat dari proses demokrasi menuju
ideal. Karena kesuksesan hasil berdemokrasi yaitu, ditunjang oleh masyarakat
yang cerdas dalam memilih pemimpinnya. Sedangkan kecerdasan masyarakat untuk
memilih pemimpin, sangat dibutuhkan guna menentukan kehidupan halayak agar
lebih baik dimasa mendatang.
Diantara
proses pilgub yang bisa ditelaah masyarakat secara langsung yaitu kesiapan
infrastruktur, karena dalam proses ini penyelenggara banyak melibatkan
masyarakat umum, untuk mempersiapkan prasarana dan perangkat yang dibutuhkan
dalam hajat lima tahunan ini.
Di
Banten, hangatnya aroma pilgub cukup menarik bagi sebagian kalangan, terutama
elemen masyarakat menengah ke atas, apalagi elit politik. Sejumlah tokoh
dikabarkan melakukan konsolidasi politik untuk memperoleh dukungan dan simpati
masyarakat. Terbukti, disepanjang jalan raya perkotaan sampai pelosok desa,
sudah banyak spanduk dan poster yang mempromosikan diri sebagai orang yang
digadang-gadang menjadi calon orang nomor satu di Banten.
Dalam
pelaksanaannya, pilgub membutuhkan peran serta masyarakat. Bahkan saat ini
telah dilaksanakan tahapannya dengan proses mempersiapkan infrastruktur pilgub
Banten. Masyarakat umum hendaknya jangan mau ketinggalan untuk memberi
kontribusi dengan cara menjadi aktor dalam pelaksanaan pilgub, terutama sebagai
penyelenggara yang membutuhkan SDM yang menjunjung tinggi asas langsung, bebas,
rahasia, jujur dan adil (Luber Jurdil).
Maka
dari itu, sangat penting bagi semua elemen mengikuti perkembangan pilgub,
karena kesuksesan mencapai idealitas pemimpin di masa yang akan datang, bukan
hanya terletak pada pelaksanaan, namun proses membentuk infrastrukturnya harus
dipantau oleh masyarakat. Jangan sampai lengah dengan pesta politiknya saja,
sementara proses yang memerlukan peran serta masyarakat dalam membentuk SDM
yang memumpuni hilang dari pantauan.
Banyak
kalangan yang hanya tertarik pada politik untuk dukung mendukung kontestan
pilgub saja, namun tidak memperhatikan siapa yang ditempatkan untuk membantu
menyelenggarakan prosesnya. Padahal, memperhatikan penempatan orang yang tepat
dalam penyelenggaraan pilgub jauh lebih penting ketimbang mengikuti kehendak
suksesi yang cenderung berdampak riuh kepada kehidupan sosial masyarakat,
karena prilaku dukung mendukung kerap menjadi salah satu penyebab terjadinya
sentimen antar masyarakat. Meskipun diakui jika tanpa ada suporter, tak mungkin
sebuah kontes bisa ramai.
Terlepas
dari siapa yang akan mencalonkan dan dicalonkan pada Pilgub Banten 2017,
pelaksanaannya harus siap secara matang. Prasarana harus ditunjang oleh orang
yang berkompeten dan menjunjung tinggi asas demokrasi yang didasarkan pada
kepentingan rakyat.
Misal
dalam proses seleksi lembaga penyelenggara dan pengawas dalam pilkada, jangan
masyarakat hilang perhatiannya dalam proses pembentukan lembaga-lembaga
tersebut. Hendaknya ikut serta berpartisipasi atau setidaknya ikut melakukan
kontrol, sehingga orang yang menempati posisi di lembaga tersebut sesuai harapan,
dengan memiliki integritas yang baik. Karena sama ironisnya, jika lembaga
tersebut diisi oleh orang-orang yang menyimpan “kepentingan” yang tidak
sebagaimana tugasnya, terlebih sering terjadi dugaan kolusi yang berbau titipan
elit menjadi penyelenggara dan pengawas pilkada, terutama ditingkat gressroot.
Diketahui,
dalam setiap penyelenggaraan pilkada dibawah Komisi Pemilihan Umum (KPU)
kabupaten dan kota akan dibentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia
Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemilihan Kecamatan (KPPS),
dari penyelenggara tersebut jangan ada lagi riuh dengan tudingan penyelenggara
menempatkan orang “titipan”. Begitu juga dalam pengawasan, dibawah Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) membentuk Panitia Pengawas (Panwas) di kabupaten dan
kota, kecamatan dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) ditingkat desa. Dari
lembaga-lembaga itu hendaknya terpantau, benarkah yang bertugas memiliki
integritas yang baik?
Infrastruktur
Calon
Diantara
pemandangan menarik jelang pilgub Banten yaitu, kesiapan politisi menjelang
pilgub lebih “kencang” ketimbang pemerintah. Coba keluar rumah dan melihat
sekitar jalanan, tak sulit menemukan spanduk dan poster politisi yang
disebut-sebut bakal mencalonkan diri menjadi gubernur. Sementara seruan penyelenggara
pilkada belum terlihat karena harus melakukan tahapan sesuai prosedur yang
ditentukan, termasuk prosedur memasang dan mensosialisasikan pilgub Banten
2017.
Hal
itu membuat sebagian orang termasuk saya berasumsi, bahwa kesiapan elit politik
yang ingin menang dalam bursa pilgub lebih tinggi tensinya, dibanding
pemerintah untuk mensukseskan pilkada. Maka tidak mustahil jika politisi saat
ini telah merapikan infrastruktur untuk kemenangan mereka, dibanding pemerintah
yang belum melampaui sejauh itu. Barangkali sangat wajar, karena secara
personal politisi bisa berjalan sendiri mempromosikan diri tanpa tahapan yang
diatur, berbeda dengan birokrasi pemerintah yang lebih tersetruktur dengan
aturan yang lebih kaku.
Selain
itu, kecendrungan politisi kerap tidak menyadari tanggung jawab secara moral
baginya untuk memberikan pendidikan politik, sehingga suksesi adalah nomor
wahid ketimbang memberikan pengetahuan dan pendidikan berpolitik kepada
masyarakat, sementara paradigma yang terbangun, hanya pemerintah yang memiliki
kewajiban tersebut.
Pada
sisi edukasi, para elit politik kadang tidak memperlakukan masyarakat secara
bijak. Dia cenderung meminta doa kepada masyarakat supaya dimudahkan dalam
kemenangan, namun mengabarkan berita edukatif kadang sama sekali tidak
disampaikan. Misi kemenangan seharusnya tidak sejahat itu, suksesi memenangkan
kompetisi pada bursa pilkada wajib disertai niatan mencerdaskan masyarakat.
Baru-baru
ini reklame iklan yang biasa kita temui terpasang iklan produk rokok, makanan
dan lain sebagainya. Kali ini kiranya sudah banyak diburu oleh elit untuk
memajang fotonya dengan tulisan yang menunjukan bahwa mereka adalah orang
terbaik untuk menjadi gubernur.
Ya,
penyelenggara selalu kalah satu langkah dari kontestan. Jika diibaratkan dengan
sebuah perlombaan, misal lomba balap karung pada HUT RI. Maka peserta balap
karung sudah mengenakan karungnya dan loncat-loncat menuju garis finish sebelum perlombaan
diselenggarakan. Namun tak apa, barangkali calon yang belum sama sekali
ditetapkan itu, berpegang pada kata bijak legendaris jendral perang Cina, Sun
Tzu yang mengatakan, dalam sebuah peperangan akan dimenangkan oleh mereka yang
datang lebuh dulu di medan perang.
Selama
sesuai ketentuan, tindakan warga negara yang memiliki itikad mencalonkan
menjadi gubernur sah-sah saja. Tugas publik mengawasi bersama-sama segala
tindakan aktor yang terlibat dalam pilgub, misal menyikapi kepala daerah yang
hendak mencalonkan diri sebagai gubernur, disebut-sebut oleh sebagian pengamat
adanya rentan memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya, untuk melakukan berbagai
tindakan yang tidak disadari, sebagai promosi diri atau intervensi terhadap
kemenangannya. Mengawasi dana publikasi dan program pemerintah salah satu cara
yang wajib dilakukan oleh halayak, guna tidak terjadi penyimpangan dalam
penggunaan uang rakyat untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Ramai
juga mengenai sosok tokoh yang tersedia di Banten yang digadang-gadang maju
dalam pilgub 2017. Pasalnya, wajah sosok para tokoh yang digadang-gadang itu tidak
ada yang asing. Yang memiliki peran ketokohan menjelang pilgub masih wajah
lama, yang bisa dipelajari secara kasar oleh masyarakat mengenai fakta jejak
rekam kehidupannya selama ini.
Tidak
hilang dari permukaan, nuansa dinasti juga menjadi salah satu pembicaraan bagi
sebagian akademisi yang menelaah sosok tokoh yang muncul kali ini. Keterkaitan
bakal calon dengan penguasa yang menjadi
kepala daerah kabupaten dan kota di Banten masih sangat kuat, meski hal itu bukan
halangan yang melabrak ketentuan. Boleh-boleh saja karena merupakan hak sebagai
warga negara asalkan memenuhi syarat, namun seperti menunjukan Banten minim
sosok pemimpin.
Biar
saja tokoh-tokoh yang muncul melakukan kehendaknya dalam meningkatkan
elektabilitas, yang terpenting tidak meninggalkan asas edukasi disetiap
promosinya, menjalankan praktiknya sesuai dengan koridor yang ada. Karena
sangat wajar jika infrastruktur bakal calon lebih matang, mereka harus sedapat
mungkin memiliki elektabilitas yang baik, sehingga dapat diusung oleh partai
politik, maupun rakyat secara langsung. Hal itu tentunya perlu upaya memberikan
kesan bahwa calon yang muncul memiliki
kekuatan atomik untuk memperoleh dukungan, agar diperhitungkan dimata
publik. Baik dia membangun karisma, popularitas maupun reputasi bersih dari
korupsi.
Urat Nadi
Demokrasi
Infrastruktur
pilgub seakan menjadi urat nadi bagi kesuksesan demokrasi di daerah. Meski pada
setiap masa pelaksanaan pilkada di kabupaten, kota maupun pilgub yang dihadapi,
kerap menuai berbagai masalah teknis maupun sosial, namun harus diakui,
demokrasi dikalangan masyarakat
berkembang dengan baik. Pemahaman esensi demokrasi cukup memberi
penyadaran kepada masyarakat, bahwa mereka adalah ujung tombak menentukan
kehidupan secara universal di masa yang akan datang.
Infrastruktur
pilkada yang berkualitas, akan menciptakan proses demokrasi yang sehat. Ibarat
sebuah mesin, SDM yang menjadi unsur infrastruktur pilgub harus terdiri dari
barang berkualitas guna memlancarkan terwujudnya cita-cita demokrasi yang telah
terjaga hampir satu abad ini.
Sebagai
penutup, menelaah perkembangan kesiapan pilgub di masyarakat baru mencapai riuh
pada tataran elit politik, kehangatan itu belum sampai pada gress root yang biasanya baru terasa
pada saat masa-masa merayu hati rakyat sebagai penentu kemenangan kotestan
dalam bursa pilkada berkala ini. Meski demikian, kita masyarakat Banten hendak
saling mengingatkan esensi pilkada sebagai implementasi demokrasi, yang harus
didukung dan disukseskan.
Bukan
malah dibuat sebagai ajang suksesi belaka, yang cenderung penuh dengan
kepentingan elit, bahkan terkesan bahwa politik sebagai bisnis yang
menjanjikan, sehingga lupa jika sosial masyarakat lebih penting dari pada
kepentingan segelintir orang yang melakukan suksesi kemenangan.
0 komentar:
Posting Komentar