Kamis, 09 Juni 2016

  Yogi Iskandar

Tulisan ini dimuat di Koran Harian Radar Banten (26/4)
Oleh  Yogi Iskandar
 
Pilgub harus menjadi topik yang sering dibahas dalam diskusi. Semua kalangan hendaknya ikut serta menelaah hajat demokrasi ini dengan mengikuti informasi yang berkembang, guna mencapai harapan masyarakat dari proses demokrasi menuju ideal. Karena kesuksesan hasil berdemokrasi yaitu, ditunjang oleh masyarakat yang cerdas dalam memilih pemimpinnya. Sedangkan kecerdasan masyarakat untuk memilih pemimpin, sangat dibutuhkan guna menentukan kehidupan halayak agar lebih baik dimasa mendatang.
Diantara proses pilgub yang bisa ditelaah masyarakat secara langsung yaitu kesiapan infrastruktur, karena dalam proses ini penyelenggara banyak melibatkan masyarakat umum, untuk mempersiapkan prasarana dan perangkat yang dibutuhkan dalam hajat lima tahunan ini.
Di Banten, hangatnya aroma pilgub cukup menarik bagi sebagian kalangan, terutama elemen masyarakat menengah ke atas, apalagi elit politik. Sejumlah tokoh dikabarkan melakukan konsolidasi politik untuk memperoleh dukungan dan simpati masyarakat. Terbukti, disepanjang jalan raya perkotaan sampai pelosok desa, sudah banyak spanduk dan poster yang mempromosikan diri sebagai orang yang digadang-gadang menjadi calon orang nomor satu di Banten.
Dalam pelaksanaannya, pilgub membutuhkan peran serta masyarakat. Bahkan saat ini telah dilaksanakan tahapannya dengan proses mempersiapkan infrastruktur pilgub Banten. Masyarakat umum hendaknya jangan mau ketinggalan untuk memberi kontribusi dengan cara menjadi aktor dalam pelaksanaan pilgub, terutama sebagai penyelenggara yang membutuhkan SDM yang menjunjung tinggi asas langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber Jurdil).
Maka dari itu, sangat penting bagi semua elemen mengikuti perkembangan pilgub, karena kesuksesan mencapai idealitas pemimpin di masa yang akan datang, bukan hanya terletak pada pelaksanaan, namun proses membentuk infrastrukturnya harus dipantau oleh masyarakat. Jangan sampai lengah dengan pesta politiknya saja, sementara proses yang memerlukan peran serta masyarakat dalam membentuk SDM yang memumpuni hilang dari pantauan.
Banyak kalangan yang hanya tertarik pada politik untuk dukung mendukung kontestan pilgub saja, namun tidak memperhatikan siapa yang ditempatkan untuk membantu menyelenggarakan prosesnya. Padahal, memperhatikan penempatan orang yang tepat dalam penyelenggaraan pilgub jauh lebih penting ketimbang mengikuti kehendak suksesi yang cenderung berdampak riuh kepada kehidupan sosial masyarakat, karena prilaku dukung mendukung kerap menjadi salah satu penyebab terjadinya sentimen antar masyarakat. Meskipun diakui jika tanpa ada suporter, tak mungkin sebuah kontes bisa ramai.
Terlepas dari siapa yang akan mencalonkan dan dicalonkan pada Pilgub Banten 2017, pelaksanaannya harus siap secara matang. Prasarana harus ditunjang oleh orang yang berkompeten dan menjunjung tinggi asas demokrasi yang didasarkan pada kepentingan rakyat.
Misal dalam proses seleksi lembaga penyelenggara dan pengawas dalam pilkada, jangan masyarakat hilang perhatiannya dalam proses pembentukan lembaga-lembaga tersebut. Hendaknya ikut serta berpartisipasi atau setidaknya ikut melakukan kontrol, sehingga orang yang menempati posisi di lembaga tersebut sesuai harapan, dengan memiliki integritas yang baik. Karena sama ironisnya, jika lembaga tersebut diisi oleh orang-orang yang menyimpan “kepentingan” yang tidak sebagaimana tugasnya, terlebih sering terjadi dugaan kolusi yang berbau titipan elit menjadi penyelenggara dan pengawas pilkada, terutama ditingkat gressroot.
Diketahui, dalam setiap penyelenggaraan pilkada dibawah Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten dan kota akan dibentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemilihan Kecamatan (KPPS), dari penyelenggara tersebut jangan ada lagi riuh dengan tudingan penyelenggara menempatkan orang “titipan”. Begitu juga dalam pengawasan, dibawah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membentuk Panitia Pengawas (Panwas) di kabupaten dan kota, kecamatan dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) ditingkat desa. Dari lembaga-lembaga itu hendaknya terpantau, benarkah yang bertugas memiliki integritas yang baik?
Infrastruktur Calon
Diantara pemandangan menarik jelang pilgub Banten yaitu, kesiapan politisi menjelang pilgub lebih “kencang” ketimbang pemerintah. Coba keluar rumah dan melihat sekitar jalanan, tak sulit menemukan spanduk dan poster politisi yang disebut-sebut bakal mencalonkan diri menjadi gubernur. Sementara seruan penyelenggara pilkada belum terlihat karena harus melakukan tahapan sesuai prosedur yang ditentukan, termasuk prosedur memasang dan mensosialisasikan pilgub Banten 2017.
Hal itu membuat sebagian orang termasuk saya berasumsi, bahwa kesiapan elit politik yang ingin menang dalam bursa pilgub lebih tinggi tensinya, dibanding pemerintah untuk mensukseskan pilkada. Maka tidak mustahil jika politisi saat ini telah merapikan infrastruktur untuk kemenangan mereka, dibanding pemerintah yang belum melampaui sejauh itu. Barangkali sangat wajar, karena secara personal politisi bisa berjalan sendiri mempromosikan diri tanpa tahapan yang diatur, berbeda dengan birokrasi pemerintah yang lebih tersetruktur dengan aturan yang lebih kaku.
Selain itu, kecendrungan politisi kerap tidak menyadari tanggung jawab secara moral baginya untuk memberikan pendidikan politik, sehingga suksesi adalah nomor wahid ketimbang memberikan pengetahuan dan pendidikan berpolitik kepada masyarakat, sementara paradigma yang terbangun, hanya pemerintah yang memiliki kewajiban tersebut.
Pada sisi edukasi, para elit politik kadang tidak memperlakukan masyarakat secara bijak. Dia cenderung meminta doa kepada masyarakat supaya dimudahkan dalam kemenangan, namun mengabarkan berita edukatif kadang sama sekali tidak disampaikan. Misi kemenangan seharusnya tidak sejahat itu, suksesi memenangkan kompetisi pada bursa pilkada wajib disertai niatan mencerdaskan masyarakat.
Baru-baru ini reklame iklan yang biasa kita temui terpasang iklan produk rokok, makanan dan lain sebagainya. Kali ini kiranya sudah banyak diburu oleh elit untuk memajang fotonya dengan tulisan yang menunjukan bahwa mereka adalah orang terbaik untuk menjadi gubernur.
Ya, penyelenggara selalu kalah satu langkah dari kontestan. Jika diibaratkan dengan sebuah perlombaan, misal lomba balap karung pada HUT RI. Maka peserta balap karung sudah mengenakan karungnya dan loncat-loncat menuju garis finish sebelum perlombaan diselenggarakan. Namun tak apa, barangkali calon yang belum sama sekali ditetapkan itu, berpegang pada kata bijak legendaris jendral perang Cina, Sun Tzu yang mengatakan, dalam sebuah peperangan akan dimenangkan oleh mereka yang datang lebuh dulu di medan perang.
Selama sesuai ketentuan, tindakan warga negara yang memiliki itikad mencalonkan menjadi gubernur sah-sah saja. Tugas publik mengawasi bersama-sama segala tindakan aktor yang terlibat dalam pilgub, misal menyikapi kepala daerah yang hendak mencalonkan diri sebagai gubernur, disebut-sebut oleh sebagian pengamat adanya rentan memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya, untuk melakukan berbagai tindakan yang tidak disadari, sebagai promosi diri atau intervensi terhadap kemenangannya. Mengawasi dana publikasi dan program pemerintah salah satu cara yang wajib dilakukan oleh halayak, guna tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan uang rakyat untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Ramai juga mengenai sosok tokoh yang tersedia di Banten yang digadang-gadang maju dalam pilgub 2017. Pasalnya, wajah sosok para tokoh yang digadang-gadang itu tidak ada yang asing. Yang memiliki peran ketokohan menjelang pilgub masih wajah lama, yang bisa dipelajari secara kasar oleh masyarakat mengenai fakta jejak rekam kehidupannya selama ini.
Tidak hilang dari permukaan, nuansa dinasti juga menjadi salah satu pembicaraan bagi sebagian akademisi yang menelaah sosok tokoh yang muncul kali ini. Keterkaitan bakal calon dengan penguasa yang  menjadi kepala daerah kabupaten dan kota di Banten masih sangat kuat, meski hal itu bukan halangan yang melabrak ketentuan. Boleh-boleh saja karena merupakan hak sebagai warga negara asalkan memenuhi syarat, namun seperti menunjukan Banten minim sosok pemimpin.
Biar saja tokoh-tokoh yang muncul melakukan kehendaknya dalam meningkatkan elektabilitas, yang terpenting tidak meninggalkan asas edukasi disetiap promosinya, menjalankan praktiknya sesuai dengan koridor yang ada. Karena sangat wajar jika infrastruktur bakal calon lebih matang, mereka harus sedapat mungkin memiliki elektabilitas yang baik, sehingga dapat diusung oleh partai politik, maupun rakyat secara langsung. Hal itu tentunya perlu upaya memberikan kesan bahwa calon yang muncul memiliki  kekuatan atomik untuk memperoleh dukungan, agar diperhitungkan dimata publik. Baik dia membangun karisma, popularitas maupun reputasi bersih dari korupsi.
Urat Nadi Demokrasi
Infrastruktur pilgub seakan menjadi urat nadi bagi kesuksesan demokrasi di daerah. Meski pada setiap masa pelaksanaan pilkada di kabupaten, kota maupun pilgub yang dihadapi, kerap menuai berbagai masalah teknis maupun sosial, namun harus diakui, demokrasi dikalangan masyarakat  berkembang dengan baik. Pemahaman esensi demokrasi cukup memberi penyadaran kepada masyarakat, bahwa mereka adalah ujung tombak menentukan kehidupan secara universal di masa yang akan datang.
Infrastruktur pilkada yang berkualitas, akan menciptakan proses demokrasi yang sehat. Ibarat sebuah mesin, SDM yang menjadi unsur infrastruktur pilgub harus terdiri dari barang berkualitas guna memlancarkan terwujudnya cita-cita demokrasi yang telah terjaga hampir satu abad ini.
Sebagai penutup, menelaah perkembangan kesiapan pilgub di masyarakat baru mencapai riuh pada tataran elit politik, kehangatan itu belum sampai pada gress root yang biasanya baru terasa pada saat masa-masa merayu hati rakyat sebagai penentu kemenangan kotestan dalam bursa pilkada berkala ini. Meski demikian, kita masyarakat Banten hendak saling mengingatkan esensi pilkada sebagai implementasi demokrasi, yang harus didukung dan disukseskan.
Bukan malah dibuat sebagai ajang suksesi belaka, yang cenderung penuh dengan kepentingan elit, bahkan terkesan bahwa politik sebagai bisnis yang menjanjikan, sehingga lupa jika sosial masyarakat lebih penting dari pada kepentingan segelintir orang yang melakukan suksesi kemenangan.

0 komentar:

Posting Komentar